Unbox.id – AI yang inovatif dapat menimbulkan ancaman terhadap privasi, bahkan dengan aktivitas media sosial yang aman. Mahasiswa pascasarjana di Universitas Stanford telah mengembangkan sebuah aplikasi bernama Image Geolocation Prediction (Pigeon) yang dapat mengetahui lokasi seseorang dari latar belakang sebuah foto, bahkan hanya dari latar belakang street view. Pigeon, menggunakan jaringan saraf CLIP OpenAI, mampu memprediksi secara akurat negara yang digambarkan dalam foto dengan akurasi 92%. Bahkan, AI ini dapat mengidentifikasi lokasi dalam jarak 25 km dari lokasi target dengan tingkat keberhasilan di atas 40%. Mengutip ZDNet, Pigeon awalnya dikembangkan sebagai proyek yang terinspirasi dari game GeoGuessr, di mana pemain menebak lokasi dari foto Google Street View.
Seperti DALL-E 2 Dari Open AI
Pigeon mencapai 0,01% teratas permainan dan bahkan mengalahkan pemain profesional GeoGuessr Trevor Rainbolt dalam pertandingan online yang ditonton oleh lebih dari 1,7 juta penonton.
Pekerjaan Pigeon melibatkan pelatihan dengan kumpulan data yang terdiri dari 100.000 lokasi GeoGuessr nyata dan 400.000 gambar yang mencakup seluruh “panorama” dari lokasi tertentu. Meskipun volume pelatihan Pigeon jauh lebih kecil dibandingkan model AI lainnya, seperti DALL-E 2 OpenAI, hasilnya tetap mengesankan.
Proyek serupa bernama Pigeotto dilatih dengan lebih dari empat juta foto dari Flickr dan Wikipedia untuk mengidentifikasi lokasi dari satu model image Kinerja Pigeotto bahkan melampaui hasil sebelumnya dalam hal akurasi kota dan pedesaan.
Meskipun teknologi ini memiliki potensi positif, misalnya di bidang mengemudi otomatis dan survei visual, masih terdapat potensi pelanggaran privasi yang signifikan.
Pengembang Pigeon menyadari implikasi etisnya dan memutuskan untuk tidak mempublikasikan model tersebut, namun hanya merilis kode untuk validasi akademis. Keputusan yang menunjukkan kekhawatiran mengenai potensi dampak terhadap privasi pengguna.
Baca juga: ChatGPT Dikeluhkan Jadi Malas, Kenapa?
Sebagian Besar Mahasiswa Gunakan ChatGPT Untuk Belajar
Di sisi lain, setelah kehilangan waktu belajar akibat pandemi, banyak siswa yang merasa belum siap untuk kembali bersekolah. Laporan McGraw Hill menemukan bahwa 21% siswa merasa tidak siap untuk kuliah. Jumlah ini meningkat 11% dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Edscoop, tren ini mengubah cara siswa mencari dukungan akademis, dengan 80% siswamenggunakan ChatGPT dan jejaring sosial seperti TikTok atau YouTube.
Namun, Justin Singh, kepala transformasi dan strategi di McGraw Hill, menekankan bahwa masalah utamanya adalah penggunaan media sosial yang berlebihan untuk pembelajaran, dengan lebih dari lima jam dihabiskan di platform tersebut setiap minggunya. Menurut laporan tersebut, meskipun sumber online seperti ChatGPT populer di kalangan siswa, sebagian besar guru dan siswa tidak terlalu percaya pada jawaban kecerdasan buatan (AI).
Meskipun mereka tidak mempercayai AI, 46% profesor dan 39% mahasiswa mengatakan kepercayaan dapat meningkat jika alat tersebut dikembangkan dan disetujui oleh sumber akademis yang tepercaya.
Ketidakpastian ini juga berdampak pada kesehatan mental siswa, dimana 56% mengaku mengalami stres dan 58% melaporkan merasa kewalahan.
Para profesor menyadari masalah ini dan 90% mahasiswa setuju bahwa kesehatan mental adalah kunci keberhasilan mahasiswa.
Beberapa bahkan mempertimbangkan untuk meninggalkan perguruan tinggi. Meskipun banyak sekolah telah merespons dengan membuka klinik dalam kampus, akses terhadap layanan kesehatan mental masih sulit, terutama karena pendidikan online menjadi lebih populer.
Survei yang dilakukan oleh McGraw Hill untuk memahami dampak pandemi menyoroti pentingnya merespons perubahan minat siswa dengan menggunakan teknologi yang menarik seperti ChatGPT dan jaringan masyarakat dengan tetap menjaga akurasi dan keandalan.
Beralih ke sisi terang AI di dunia akademis, seorang kepala sekolah Cottesmore di Oakham Inggris, Tom Rogerson, mengungkapkan bahwa dia telah menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendapatkan nasihat dalam mengelola sekolahnya.
Melalui wawancara dengan The Telegraph, Rogerson menjelaskan bahwa AI ini, yang disebut ‘Abigail Bailey’, membantunya dalam berbagai aspek, mulai dari dukungan staf hingga penanganan masalah siswa dengan ADHD serta penyusunan kebijakan sekolah.
Sumber & Foto: Dari berbagai sumber
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi unbox.id.